Legenda Putri Gading Cempaka dan Mimpi Sultan | Review Film Gading

Dunia perfilman Bengkulu heboh! Untuk pertama kalinya ada film yang mengangkat tokoh legenda Bengkulu. Putri Gading Cempaka, putri dengan paras cantik anak Ratu Agung penguasa Sungai Serut. Nama Putri ini di Bengkulu diabadikan sebagai nama Kecamatan Gading Cempaka. Tapi film ini tidak sepenuhnya menceritakan legenda, ada percampuran alur dengan masa sekarang karena naskahnya berasal dari cerpen berjudul sama karya Nurani Chaniago. 

Bukan hanya mengangkat cerita Bengkulu saja, tim produksi dan aktornya juga orang lokal! Mulai dari sutradara, produser, aktor dan kru film semuanya orang Bengkulu. Seru nih kalau ikut nobarnya. Apalagi gala premier film akan dilaksanakan di XXI pada 8 Maret 2018. Pemesanan tiket sudah dibuka dari jauh-jauh hari, dari tanggal 3 Maret. Aku segera beli tiket pada panitia. Saking bersemangatnya, kukira aku yang pertama kali membeli tiket! Hehe. Waktu itu juga tiket untuk jam 7 belum dibawa panitia. Akhirnya beli yang untuk jam 8, row paling atas, posisi tengah :D



Aku dan Clara yang baru sampai jam setengah 8 malam kaget melihat ramainya XXI Bencoolen Indah Mall. Sumpah, ini kayak mau nonton film box office :D. Penonton berasal dari banyak kalangan, tua dan muda. Ada yang hanya sendiri, ada juga yang satu rombongan dengan kostum yang sama. Dukungan yang diberikan untuk film ini tidak main-main rupanya. 


Karena kami dapat giliran pemutaran film jam kedua, kami harus menunggu penonton kloter pertama keluar. Dengan durasi film 45 menit, mestinya kloter kedua bisa masuk jam 8 tepat. Tapi karena banyaknya jumlah penonton dan 'spesialnya' film kali ini, pemutaran film kloter kedua akhirnya terlambat sekitar 30 menit. Didalam teaterpun banyak yang berfoto "ehem". Akhirnya acara dibuka juga. Ada sepatah kata dari Sutradara, Sofian Rafflesia dan Produser, Riri Damayanti. 


Cerita dimulai dengan penggambaran kedatangan tokoh Sultan (Yoma Zulkarnain) dari Aceh yang berlibur di Bengkulu. Dari bandara menuju Benteng Malborough, Sultan tertidur. Ia bangun ketika sudah sampai ke Benteng, kemudian menikmati wisata Kota Bengkulu, mulai dari Benteng, Tapak Paderi, Pantai Zakat sampai spot foto sendal jodoh. Di pantai, ia bertemu dengan seorang gadis berparas ayu berbaju kuning. Sultan tertarik mendekatinya, bukan karena parasnya yang cantik tapi karena melihat sang gadis berwajah muram. Gadis ini tak lain adalah sang Putri Gading Cempaka (Shella Dwi Novita Sari). 


Dalam upayanya menemukan penyebab kemuraman sang Putri, Sultan mencari tahu asal usul Putri Gading Cempaka. Mulai dari sini, film berganti latar ke masa kejayaan Sungai Serut. Sang Raja meninggal meninggalkan sebuah wasiat untuk ketujuh anaknya. Bahwa kala Sungai Serut dilanda musibah, hendaknya anak-anaknya menyingkir ke Gunung Bungkuk. Di tempat itu pula Sang Putri akan menumukan jodohnya. Setelah melepas kepergian ayahandanya, salah satu anak Raja Ratu Agung mengambil tahta. Konflik muncul saat seorang pangeran dari Aceh yang ingin meminang Putri Gading Cempaka. Lamaran ditolak sehingga terjadilah peperangan antara pasukan Aceh dan Sungau Serut. Sesuai dengan wasiat, ketujuh turunan Raja menyingkir ke Gunung Bungkuk. 


Penggambaran cerita kembali ke masa sekarang (bagian ini agak spoiler, tapi mau bagaimana lagi menurutku bagian akhirlah yang pantas mendapat kritik, sehingga harus kuceritakan) bukan hanya kembali ke masa Sultan mencari tahu latar belakang Putri Gading Cempaka, tapi kembali ke masa saat Sultan tertidur dalam perjalanan ke Benteng Malborough. Sayang sekali, semuanya hanya mimpi. Ya, bagian pertemuannya dengan sang Putri, legenda kerajaan Sungai Serut sayangnya seperti terlupakan karena nyatanya sang Sultan langsung melanjutkan wisatanya di Bengkulu dengan pemandu wisata yang mirip (atau maksudnya reinkarnasi?) Putri Gading Cempaka. 


Tunggu-tunggu, dimana nyambungnya rangkaian plot yang dibangun dari awal ini? 

Dari sudut pandangku sebagai penikmat film dan penulis, ada ketidakcocokan penggambaran cerita yang dilakukan film ini. Alasan si Sultan mendekati wujud Putri Gading Cempaka yang ditemuinya di pantai, kotak cincin sampai penggambaran 'ini cuma mimpi' adalah 3 hal yang paling membingungkan dan membuat ceritanya sulit dimengerti. Aku setuju dengan alur "sang sultan ingin mencari tahu sumber kemuraman Putri Gading Cempaka, sampai menelusuri asal usul (sehingga penggambaran legenda Sungai Serut menjadi perlu ditampilkan). Namun semuanya harus jadi mimpi? Penggambaran adegan yang diulang membuatku tambah sakit hati, karena tak ada perbedaan ekspresi dari saat pertama kali datang dan setelah bermimpi bertemu Putri Gading. Lalu apa pengaruhnya alur tadi dengan bagian ending? Seharusnya bagian ini lebih diperhatikan sutradara. 

Satu hal lagi, jika ingin membuat reinkarnasi cerita Putri Gading Cempaka di masa sekarang, seharusnya bukan tokoh Sultan yang dipakai, melainkan Maharaja Sakti dari minangkabau. Kenapa? Karena Sultan, di legenda ia ditolak sang Putri :D Pinangan Maharaja Sakti lah yang diterima Putri Gading Cempaka. Meskipun Sultan dalam film itu tidak menunjukkan ketertarikan khusus pada Putri Gading (digambarkan dengan kasar bahwa Sultan sudah memiliki gadis pujaan bernama Laila), tapi ketika bertemu reinkarnasi Putri Gading yang berprofesi sebagai tour guide, pandangan si Sultan sepertinya berubah, hehe. Apakah maksudnya si Sultan tertarik, atau apa, tidak jelas karena filmnya berakhir sampai situ.

Secara keseluruhan, untuk film pertama mengangkat legenda Bengkulu, Film Gading ini sudah termasuk bagus sekali. Dari casting dan pengambilan gambar sudah bagus. Pemandangan indah di Bengkulu disorot dengan kualitas tinggi. Hanya saja, bagian alurnya sulit dimengerti sehingga tidak meninggalkan kesan khusus pada penonton selain "oh seperti itu legenda Gading Cempaka". Selebihnya, penonton bingung, apa yang dilakukan Sultan untuk mengurai benang kusut masalah yang menyebabkan muramnya wajah sang Putri.

Semoga kedepannya, ada film lain yang mengangkat tema Bengkulu mengikuti jejak film Gading ini. Dengan mengambil pembelajaran dari film ini, diharapkan di masa mendatang kita bisa menikmati film yang tidak hanya kaya dengan kearifan lokal tapi juga berkualitas nasional bahkan internasional. Semangat!!
 
(Bonus) Ketika Laila tahu Sultan terjun ke laut menyusul sang Putri..

(Bonus) partner nonton: Clara | Ig : claramutiaraedem