3 Alasan Menonton A Private War | Review Film
A Private War, sebuah film dokumenter kehidupan seorang jurnalis daerah konflik, Marie Colvin. Film ini muncul bagai fatamorgana bagiku setelah beberapa hari bioskop Bengkulu hanya menayangkan dua film populer, Captain Marvel dan Dilan 1991. Lagi pengen nonton film nih!
Meskipun aku bukan fans film dengan genre ini, tapi sosok Marie Colvin dan perjalanannya sangat menarik untuk ditelusuri. Seorang wanita berkebangsaan Amerika yang bekerja untuk The Sunday Times dengan berani masuk daerah konflik untuk menyuarakan suara orang-orang yang dibungkam oleh perang. Bahkan pada akhirnya harus meregang nyawa saat meliput di Suriah pada 2012 lalu.
Karena rasa penasaran dengan kisah hidupnya Marie Colvin, aku mengabaikan rating 6,7 di IMDb dan membeli tiket nonton untuk diriku sendiri lewat Tix_id. Enaknya hari itu sedang ada promo weekend, diskon 50% untuk pembelian tiket pertama. Siplah nonton cuma 20ribu saja.
Penontonnya cuma ada 3 orang. Ya, didalam ruangan bioskop sebesar ini, hanya ada 3 orang yang menonton. Tapi karena semuanya duduk diujung dekat tangga, jadi tidak terasa sepi-sepi banget haha. Apalagi buat mbak yang duduk di row B, beliau sampai pindah kursi karena merasa ketendang oleh mas-mas yang duduk kursi atasnya, hehe.
Yang akur dong! Kan cuma bertiga wkwkw.
Film dimulai, menampakkan sebuah landscape bangunan-bangunan rusak yang tertutup debu. Suara Marie Colvin diperdengarkan, terdengar berat dan kharismatik. Scene kemudian berubah ke masa 11 tahun sebelum setting pertama tadi, yang ternyata tempat terakhir yang diliput Marie Colvin. 11 tahun yang lalu sebelum terjadi tragedi di Suriah.
Marie Colvin kemudian diperlihatkan berinteraksi dengan suaminya, editornya dan juniornya sebelum kemudian berangkat ke Sri Langka untuk meliput Perang Sipil Sri Langka. Ia masuk ke daerah para pemberontak yang dilarang oleh pemerintah, untuk melihat langsung apa yang terjadi pada para anak-anak dan orang yang sakit didaerah itu setelah pemblokiran bantuan oleh pemerintah Sri Langka. Dalam perjalanannya keluar dari daerah tersebut dan menyampaikan berita ke pusat, ia disergap tentara Sri Langka dan terluka karena ledakan granat yang dilemparkan kearahnya, meskipun ia sudah berteriak kalau ia adalah jurnalis.
![]() |
Marie Colvin di Sri Langka |
Baca juga : Review Film Ready Player One
Kejadian tersebut membuatnya kehilangan pengelihatan mata kirinya. Setelah kejadian tersebut, Marie menggunakan eye-patch, serupa seperti yang dipakai Nick Furry, hehe. Film berdurasi 110 menit ini menggambarkan bukan hanya keberanian Marie Colvin menjelajahi daerah-daerah berbahaya, tapi juga memperlihatkan sisi rapuhnya. Marie mengidap post traumatic disorder yang kemudian memperparah ketergantungannya pada alkohol dan rokok.
Meskipun disarankan untuk berhenti melihat perang, Marie punya ketertarikan untuk menceritakan apa yang terjadi dalam perang, dari sisi korban. Ia melihat perang bukan untuk mengetahui jenis pesawat apa yang menjatuhkan rudal atau senapan apa yang digunakan, tapi ia ingin tahu apa yang terjadi pada para wanita dan anak-anak, apa saja hak hidup yang sudah dirampas karena perang.
"Aku melihatnya agar kalian tidak harus melihatnya,"
![]() |
Marie Colvin berbincang dengan para wanita korban perang di Suriah |
Setelah menonton film ini, kuakui perasaanku cukup campur aduk. Ini film yang sangat bagus dan worth it banget buat ditonton, tapi hanya sedikit sekali orang Indonesia yang tertarik dengan genre film ini. Dibandingkan dengan dua film besar yang tayang pada bulan Maret ini, A Private War membawa lebih banyak nilai-nilai kehidupan dan pembelajaran.
Well, I know semua orang punya alasan masing-masing untuk memilih film apa yang mereka tonton. Tapi kali ini, beri aku kesempatan untuk memberi tahumu 3 alasan mengapa kamu harus nonton film ini.
1. Akting Luar Biasa Ms. Pike
Untuk film yang berpusat di satu orang saja, posisi pemain utama sangatlah kritis. Apalagi untuk menggambarkan sesosok orang luar biasa yang nyata kontribusinya pada dunia. Di film ini, aku merasakan penggambaran tokoh utama yang amat kuat dari aktrisnya, Rosamund Pike. Gaya bicaranya, tatapannya, kerutan diwajahnya ketika sedang menceritakan trauma dan mimpi-mimpi buruk Marie Colvin membuatku terpana. Benar-benar tepat memilih wanita ini untuk memerankan peran Marie Colvin. Bahkan ketika kulihat foto asli Marie Colvin, mereka benar-benar mirip.
FYI, foto-foto yang kupakai dalam postingan blog ini campur aduk dari foto Marie Colvin asli dan potongan film A Private War. Silahkan tebak sendiri mana yang Rosamund Pike mana Marie Colvin hehe. Mirip banget.
Tahukah kamu, Rosamund Pike ini adalah orang yang memerankan karakter Amy di Gone Girl? Tahun 2015 ia bahkan dinominasikan di kategori aktris pemeran utama terbaik karena perannya di film itu. Film yang abstrak dan menarik banget, apalagi karena diperankan oleh si mbak Pike.
2. Untuk Lebih Menghargai Jasa Para Jurnalis dan Fotografer
Di zaman teknologi begini, sepertinya tidak ada orang yang tidak bisa update berita kan ya? Baik menulis maupun membaca, setiap detiknya orang-orang dari seluruh penjuru dunia saling bertukar kabar dan informasi. Meskipun begitu, ada pula orang-orang yang masih kurang beruntung, tidak mendapatkan fasilitas tersebut karena ditempat mereka, bahkan buat hidup pun sulit.Dalam film 'A Private War', Marie diperlihatkan berbincang dengan banyak orang, mulai dari penguasa, para tentara, korban perang dan para keluarga yang ditinggalkan oleh anggota keluarga lain untuk berperang. Paling menyedihkan melihat para ibu yang tidak bisa berbuat apa-apa saat anaknya kelaparan, sakit dan bahkan sekarat. Ironi seperti ini sering kali tidak nampak saat terjadi perang, karena media sibuk memberitakan hal-hal superfisial saja. Betapa ego segelintir manusia berefek pada banyak orang tak bersalah.
![]() |
Marie Colvin meliput keberadaan makam massal yang baru ditemukan di perbatasan Irak |
Masalahnya, ada beberapa pihak yang tidak ingin dunia tahu kejahatan yang mereka lakukan. Merasa superior dan punya kuasa atas hidup mati seseorang. Jurnalispun jadi sasaran. Dalam film ini diperlihatkan juga rekan jurnalis Marie Colvin yang lebih dulu tewas saat sedang meliput. Sungguh diperlukan keberanian dan keteguhan hati untuk melangkah maju dan mengabaikan keamanan diri sendiri.
Jasa para jurnalis dan fotografer pemberanipun bukan hanya karena mereka dapat menyampaikan suara orang-orang dari daerah perang, skill menggali informasi dan menyampaikannya dalam bentuk tulisan dan foto juga jadi poin penting. Banyak yang bisa memotret dan mengirimkannya ke media, namun hanya sedikit yang bisa dipercaya. Belum lagi cara penyampaian berita, apakah tulisan tersebut dipengaruhi salah satu pihak, atau benar-benar netral? Penyampai berita yang tidak kredibel mungkin berpihak pada salah satu pihak yang menguntungkan dirinya. Karena itulah, orang-orang seperti Marie Colvin sangat berjasa pada dunia.
3. Melihat Kenyataan Perang Yang Sesungguhnya
Film tentang perang? Banyak! Tergantung dari sisi mana prespektif film tersebut diambil. Film yang dibuat dari prespektif pihak ketiga juga banyak, seperti mata-mata atau pahlawan super yang mencegah terjadinya perang. Namun kalau ingin lihat kenyataan perang yang sesungguhnya, lihatlah dari prespektif para pihak netral, seperti pers atau medis.Menonton film ini, aku jadi banyak berpikir tentang konsep perang yang sesungguhnya. Dari mana sih kerennya perang? Nggak ada sama sekali. Dua pihak saling mengatur strategi untuk menghabisi populasi musuh, menekan dan menjatuhkan posisi. Apa yang didapat? Ketakutan, kelaparan, kesakitan dan kematian. Aku sampai lupa kalau selama ini diriku sangat menikmati film-film laga dimana kedua pihak saling mengadu kekuatan untuk mengalahkan pihak lain.
![]() |
photo by Paul Conroy |
Aku terbawa emosi saat melihat Paul Conroy (fotografer yang mendampingi Marie Colvin meliput berita) melarang Marie yang ingin menggunakan telepon satelit. Memakai telepon saja tidak bisa, karena jika berusaha menghubungi kantor pusat, sinyal mereka akan ditangkap drone pemerintah Suriah dan bakal jadi sasaran rudal. Sebegitu ketatnya menjaga agar berita tak keluar dari negara konflik itu. Dan nyatanya memang segila itu beberapa pihak saat berperang.
Tembakan, ledakan, disertai banyaknya korban luka dan mayat terlihat dimana-mana. Meskipun sudah menyiapkan hati untuk melihat semuanya, ternyata akupun masih menutup telinga dan menutup mata pada beberapa bagian film. Tontonlah film ini jika ingin melihat kenyataan perang yang sesungguhnya. Bukan perang-perang tipuan yang dibuat hanya untuk mendukung plot.
*
Kuharap 3 alasan diatas tadi berhasil membuatmu tertarik untuk menonton film ini. Meskipun plotnya maju mundur (yang agak memusingkan penonton) dan berisi banyak konten dewasa namun film ini adalah penggambaran yang amat baik dari perjalanan hidup Marie Colvin. Sebuah biografi yang tidak membosankan dan membuka pandangan kita terhadap satu kata terkutuk, Perang.
7 komentar
Aku kayaknya bakalan ga tegaan nonton nih film