The Definition of Perfect Afternoon

Bahagia itu kalau sahabatmu pulang :D
Sebagai satu-satunya orang yang tetap tinggal di Bengkulu dalam circle pertemananku, 5 tahun ini terasa berat. Jadi satu-satunya yang melihat pemandangan familier namun tak menemukan seorang temanpun.
Semuanya sedang merantau, menggali ilmu dan mencari arti hidup masing-masing.
Meskipun satu persatu dari mereka mulai lulus dari kampus, tapi tidak berarti mereka segera kembali ke Bengkulu. Belum cukup. Masih banyak yang harus dimengerti dan dicari, sebelum kembali.
Aku mengerti. Akupun juga harus terus belajar supaya tidak ketinggalan dari teman-temanku. Meskipun jatuh harus tetap bangkit lagi, kan? Siapa tahu nanti tiba saatnya untukku mengepakkan sayap juga.
Beruntungnya aku, seorang sahabat pulang ke Bengkulu. Tepat disaat ku membutuhkan moral support untuk maju kedepan.

Wah sempurna banget yak, katanya, kayak di puisi-puisi Fiersa Basari.
Aku mengiyakan. Menyeruput pelan es kopi dari kedai terkenal yang baru buka cabang di Bengkulu. Kami mengambil beberapa foto senja di pantai ini. Memang, untuk urusan Senja, pesisir Bengkulu yang terbaik.
Sayangnya nongkrong sore kami hanya berlangsung 15 menit, HAHA. Anti-klimaks ya? Kalian yang membaca pun tidak akan sadar kalau cerita melankolis yang kututurkan dari awal berakhir seperti ini,
seorang tukang parkir (mungkin juga preman) menarik biaya parkir kami dengan setengah memaksa. Aku dan Icha tidak membawa dompet ataupun uang, semua ditinggal di mobil. Ketika kami mengelak dan bilang nanti saja bayarnya pas mau pergi, dia bilang kalau dia tidak bisa menunggu, masih mau nagih (malak) uang semua orang yang parkir sampai ke ujung sana, katanya.
Ehe, memangnya pantai ini punyamu dek? Kamu bahkan nggak mau bantuin kami parkir.
Begitulah akhir dari sore sempurna kami. Ya sudah, toh juga sudah maghrib.
Sampai ketemu lagi, sahabat. Masih banyak yang ingin kuceritakan.
Posting Komentar