Setahun Jadi Minimalis | Alasan dan Metodeku dalam Beres-beres

Well Halo.
Apa kabarnya? Semoga masih sehat selalu. Hari ini aku mau bagi-bagi cerita sedikit, tentang bagaimana seorang Fira yang hobi mengoleksi barang (terutama buku), jadi seorang minimalis.
Minimalisme adalah gaya hidup minimal yang sebenarnya sudah ada dari zaman dahulu. Bahkan nabi Muhammad SWT sendiri adalah seorang minimalis. Tren ini makin berkembang karena dizaman sekarang budaya konsumtif makin mengglobal. Semua barang ada dirumah, bagaimanapun caranya harus beli banyak barang supaya nanti tidak kurang satu apapun. Padahal, memenuhi rumah dengan banyak barang yang bahkan tidak tau kapan bakal dipakai ada sisi negatifnya juga.
Aku adalah salah satu orang yang senang mengumpulkan barang sejak kecil. Dan karena aku orangnya rapi, setiap tahun selalu melakukan penataan barang-barang. Mulai dari majalah, buku, catatan dan karya sejak sekolah dasar, semua kukumpulkan dengan rapi. Pokoknya tidak ada sampah deh!
Semakin besar, aku mulai menyadari kalau barang-barangku makin banyak. Padahal dulu sekamar dengan adikku muat kok! Tapi sekarang kok jadi nggak muat ya?
Bagaimana tidak muat, selain lemari baju, aku punya 4 lemari khusus untuk buku. Memenuhi dua sisi dinding kamar. Bahkan aku tidak tahu dimana harus meletakkan meja belajar!
![]() |
Kondisi kamarku yang dulu~ (2018) |
Hobiku mengoleksi barang mungkin turunan dari abah dan mama, yang masing-masing punya koleksi barang dalam jumlah besar. Abah—buku, mama—perlengkapan crafting. Koleksi buku sudah sejak kelas 2 SD, dan dari umur itu aku sudah rajin menabung untuk membeli buku dan majalah. Kalau perempuan seusiaku lebih suka membeli make up atau baju baru, aku lebih suka membeli novel.
Selain karena gila membaca, aku mengumpulkan banyak buku karena aku ingin mewariskan koleksi-koleksi ini kepada keturunanku kelak. Aku juga ingin menata rumah seperti Kitamura Aki di dorama Tatakau! Shoten girl! (Fight! Bookstore girl!).
![]() |
Buku dimana-mana.. |
Alasan Jadi Minimalis..
Tapi semua berubah sejak membaca buku "Goodbye things" dari Fumio Sasaki awal taun 2019 lalu. Aku merasa kondisiku mirip dengan Fumio Sasaki, yang merasa penuh dan jenuh terhadap koleksi sendiri. Menimbun sesuatu yang dikira akan meningkatkan nilai dari diri, padahal tidak ada pengaruhnya.
Aku berpikir akan membagi koleksi dengan anak, tapi apakah anakku akan suka membaca buku kelak?
Ingin mendekorasi rumah dengan buku yang dimiliki, tapi kapan aku akan punya rumah sendiri?
Banyak banget pemikiran baru yang kudapat selama membaca buku ini. Alasan yang menyadarkanku untuk mulai menyederhanakan barang yang kumiliki. Empat alasan kuat yang membuatku mulai membuang barang adalah
- Bengkulu rawan gempa. Selama hidup dikota ini, aku sudah 3 kali merasakan gempa besar. Di masa depan jika terjadi lagi, memiliki banyak benda bisa berbahaya. Lemari bisa jatuh dan menimpa badan, banyak benda dilantai bisa menyulitkan untuk keluar rumah.
- Masa depan adalah hal yang abu-abu, tapi mati itu pasti. Daripada mempersiapkan masa depan, lebih baik mempersiapkan mati. Jika mati, apakah barang-barangku yang banyak akan menyulitkan keluarga atau tidak? Aku sendiri tidak bisa membayangkan membuang peninggalan orang yang kusayang.
- Sekarang zaman digital, banyak benda fisik yang kegunaannya digantikan oleh satu alat sekaligus. Misalnya pemutar kaset atau album foto. Bahkan buku, sekarang sudah banyak versi e-booknya. Daripada membuka buku untuk mencari informasi, lebih mudah menyalakan handphone dan membuka google.
- Nilai barang selalu turun, karena kualitas barang yang berkurang setelah pemakaian. Tidak ada harganya jika dijual. Akhirnya, semua yang dikumpulkan menjadi sampah.
Metode Minimalisasi Fira
Pada langkah pertama, aku memulai bersih-bersih menyeluruh yang biasa kulakukan setiap tahun. Kegiatan ini biasanya hanya membersihkan sampah dan debu, serta tata ulang. Tapi kali ini aku menyingkirkan barang-barang yang tidak akan pernah kupakai lagi selamanya. Hal ini termasuk barang-barang SD-SMA, kemudian alat tulis, baju, kabel-kabel dan make up yang tidak terpakai. Semuanya di buang.
Kedua, aku mengumpulkan koleksi yang masih bisa dipakai. Mulai dari boneka-boneka dan mainan, semuanya diberikan pada sepupu. Buku-buku juga mulai disortir. Mana yang benar-benar aku cintai, mana yang masih disukai, mana yang 'populer' tapi tidak kusukai, mana buku yang tidak akan sempat kubaca. Kecuali buku yang aku cintai dan masih kusukai, semuanya kupisah dan kuletakkan ke ruang belakang.
Buku-buku itu sebagian kuberikan pada teman dan kusumbangkan pada tetanggaku yang ingin buka taman bacaan (well sebenarnya terpikir juga olehku untuk membuka taman bacaan, tapi aku tidak mau repot mengurusi buku-buku tersebut). Buku-buku populer, kufoto satu persatu dan kuupload ke shopee.
![]() |
Kunjungi tokoku disini |
Iya dijual. Begitupun beberapa album KPOP yang kukoleksi, hampir semua kujual. Karena rasanya aku hanya membutuhkan mereka untuk pamer saja. Kalau tidak sedang ingin pamer, aku hampir tidak pernah memegang album-album tersebut, karena jika ingin mendengarkan lagu aku bisa buka spotify, dan jika ingin lihat foto aku bisa buka twitter. Segampang itu.
Langkah ketiga adalah menyingkirkan barang-barang penuh kenangan. Proses ini adalah yang paling rumit, karena aku punya banyak. Sebenarnya aneh, karena Dinda dan Abi hampir tidak punya koleksi kenangan apa-apa dan bisa tetap hidup biasa. Kenapa aku merasa terbebani membuang barang-barang yang bahkan tidak pernah kusentuh dalam setahun?
Koleksi tersebut terdiri dari buku-buku diary, surat-surat, karyaku semasa SD (sebelum menulis cerita di laptop, aku membuat kumpulan cerpen di buku tulis) dan hadiah-hadiah kecil dari sahabat yang masih kusimpan. Dari dulu selalu dapat tempat pokoknya dalam lemari, koleksi-koleksi ini. Tapi seperti yang kubilang, aku sudah mulai minimalisme dari setahun yang lalu. Pemikiran ini makin lama makin kuat, membuat alasanku mempertahakan mereka makin melemah.
![]() |
barang-barang hadiah yang masih disimpan, padahal sudah rusak dan tidak terpakai |
![]() |
Kumpulan diary |
Dan akhirnya, awal ramadhan lalu, aku melepaskan mereka..
Nggak sakit sama sekali, lho. Karena aku tahu meskipun fisik bendanya sudah tidak ada lagi, aku masih bisa melihat tulisan-tulisanku di buku-buku itu lewat file digital yang kubuat.
Yup, sambil memilah, aku memotret halaman-halaman yang ingin kusimpan dengan aplikasi camscanner. File dikelompokkan sesuai buku, jadi tidak tercampur-campur. Barang-barang hadiah yang akan dibuang juga kufoto, jadi meskipun barangnya tidak ada, aku tetap ingat dulu pernah diberi hadiah ini lho dari dia.
Datanya di back up digital di cloud. Selain itu aku juga masukkan filenya dalam OneNote, sehingga dapat kubaca layaknya diary digital (satu-satunya file yang tersisa saat laptopku rusak hanya data diary di OneNote, karena waktu itu tanpa sadar aku sudah mengoneksikan programnya dengan cloud).
.
Itu tadi metode-metodeku. Ada juga metode lain yang disarankan oleh para pakar ''membuang dan merapikan barang" tapi itu bisa akan kubahas nanti pada kesempatan selanjutnya.
Sampai saat ini, aku masih memiliki banyak barang. Aku masih belum bisa melepas set buku The Naked Traveler dan Harry Potter yang kupunya. Aku masih belum bisa membuang kumpulan komikku yang kumal karena aku dan adikku yang bungsu masih sering membaca dan membahas isinya. Begitu juga sertifikat-sertifikat, yang kalau dipikir tidak ada gunanya dalam kehidupan pekerjaanku kelak.
Tidak apa, minimalisme bukan masalah berapa minim barang yang dimiliki tapi seberguna apa barang-barang yang kita simpan dalam hidup kita. Jika kamu merasa penuh dan jenuh sepertiku, kamu mungkin perlu membuang beberapa hal. Bisa jadi kenangan mantan, bisa juga koleksi lamamu yang sudah berdebu diatas lemari 😊
36 komentar
eh taunya bertahun-tahun ga dipake. kan sayang
Duhhhhhh aku juga punya banyak koleksi buku kak
Ada beberapa barang di atas lemari yang sudah berdebu, yang harusnya juga sudah dibuang, tapi masih sayang, membaca ini akan membulatkan tekad untuk ikut bersih-bersih barang yang hanya menuh-menuhin tempat.
aku juga ada nyimpan pena dari teman SMA, baru akhirnya kubuang pas sortir diary dan barang kenangan ini.
perubahan terbesarnya ya dari rak-rak yang lowong kak
Cuma 1 masalahnya. Aku masih belum sanggup menyortir buku koleksiku. Boro boro niat dijual, dipijamin aja belum sanggup.
'goodbye things' supaya alasan-alasan buat menyortir makin kuat mba :D
Saya pun juga berhasil mengurangi mainan2 koleksi dan kaset & CD. Awalnya terasa tak masuk akal dan ekstrem padahal setelah dilakukan kok bisa ya dan malah sampai sekarang ngga ada rasa rindu terhadap apa yg sudah disingkirkan itu. Karena memang selama ini apa yg saya miliki itu tidak semuanya saya peroleh karena keinginan sepenuh hati. Ada yg karena iseng pengen beli atau ada yg karena lagi promo misalnya.