Cerita Vaksin COVID-19 (Part 1)
Pandemi COVID-19 masih awet saja eksis didunia. Sudah setahun lebih sejak kemunculannya pertama kali. Di Indonesia saja sudah menyebabkan lebih dari satu juta kasus. Belum memberikan tanda-tanda usai.
Sisi cerahnya, sekarang gerakan vaksin sudah dimulai. Hush jangan suuzon dulu. Karena besarnya skala COVID-19 ini, peneliti di seluruh dunia berkerja keras untuk membuat temuan yang bisa mengatasi pandemi ini. Kalau kalian liat beberapa web database penelitian, mereka membuka akses ke penelitian yang berkaitan dengan COVID-19. Database yang biasanya minta kita langganan buat akses jurnal, nyediain gratis. Buat apa? Ya supaya penelitiannya makin garcep.
Semuanya kerja sama supaya keadaan bisa balik normal lagi. Introvert sepertiku saja bosan didalam rumah berbulan-bulan. Pengen cepat-cepat selesain koas!!! Aih tapi disuruh libur lagi *curhat*
Anyway, aku beruntung dapat kesempatan buat ikutan vaksin. Memang, vaksin gelombang pertama ini ditujukan untuk para tenaga kesehatan. Tapi ya saya kan hanya ‘koas’, alias dokter muda yang istilahnya masih pendidikan di rumah sakit. Belum jadi pegawai rumah sakit meskipun memang tenaganya dipake buat kesehatan, hehe. Untungnya, kami dibolehkan ikut dapat vaksin di rumah sakit. Thank you ^ ^
Kenapa Harus Vaksin?
Pertama kali dengar rencana vaksinasi COVID-19, ya.. kenapa tidak? Toh gratis. Masa dewasa (kalau pas masih kecil sih vaksin lengkap yah guyss) ini aku baru pernah boster vaksin hepatitis B. Harganya mahal guise, sekitar 500k sekali suntik. Ini masih ingat karena aku masih ada satu kali lagi jadwal boster vaksinnya (boster vaksin hepatitis B itu 3 kali).
Selain gratis, Sinovac yang diberikan ini juga sudah lewat penelitian klinis ke (cari) Jadi ya secara tertulis sudah terbukti keamanannya. Bukti langsungnya? Ya aku amati aja teman-teman yang sudah dapat vaksin duluan. Liat berubah jadi mutan nggak? Karena nggak ada yang berubah dan tidak ada keluhan serius, ya gaskeun.
Daftar Vaksin COVID-19
Sebenarnya aku nggak tahu daftar dimana. Cuma tiba-tiba aja tanggal 1 Januari jam 3 pagi di sms nomor PEDULI LINDUNGI. Waw operatornya apa nggak liburan tanggal segitu? Hehe. Teman-teman lain juga pada dapat, tapi keluargaku tidak ada yang dapat. Jadi bingung juga kan ya kenapa bisa begitu, padahal aku nggak merasa mendaftarkan. Mungkin lewat jalur database per-rumah sakit gitu kali ya, siapa aja yang kerja. Tapi waktu itu aku ingat konsulenku bilang beliau tidak dapat sms. Jadi misteri kan ya, masa dokter yang kerja di RS nggak dapat sms.
Kemudian pas tanggal 13 Januari, teman-teman koas sudah mulai heboh karena ada yang dapat sms lanjutan disuruh verifikasi. Yang bikin heboh bukan karena disuruh vaksin, tapi karena ada yang dapat, ada yang tidak haha. Apa memang dibagi-bagi atau gimana juga masih misteri. Yang jelas orang-orang yang bisa verifikasi di website pedulilindungi.id itu akhirnya vaksin di hari pertama. Aku tidak termasuk, haha. Tapi tidak apalah bisa liat reaksi vaksinnya di teman-teman kan (lha jadi penelitian).
Tapi alhamdulillah seminggu kemudian akhirnya dapat kejelasan juga. Sudah boleh vaksin yey! Untungnya juga kami sedang tidak ada jadwal jaga. Jadi aku dan Intan memutuskan buat datang hari Rabu tanggal 3 Februari.
Stay tune sampai akhir untuk cara daftar vaksin!!
Vaksin Pertama
Aku datang sekitar jam 8 pagi, saat poskonya masih siap-siap. Petugas mengingatkan peserta vaksin yang sudah datang (waktu itu sekitar 5-6 orang) untuk sarapan jika belum. Aku baru makan roti, tapi itu juga sudah termasuk sarapan buatku. Aku segera SMS Intan yang belum datang supaya dia sarapan. Teman-teman juga kalau bisa sarapan dulu ya sebelum vaksin! Supaya kondisi makin prima.
Kemudian aku dikasih handout 2 lembar untuk diisi. Halaman pertama semacam checklist riwayat penyakit. Misalnya apakah pernah kena COVID-19. Apakah pernah kena penyakit alergi, dan penyakit-penyakit lainnya. Hal ini digunakan untuk menentukan apakah kita dapat menerima vaksin atau tidak. Ya kalau ternyata kondisinya immunocompromised ya kan jangan divaksin! Orang-orang yang tidak bisa divaksin inilah yang nantinya diharapkan mendapat herd-immunity dari orang-orang sekitarnya yang bisa divaksin. Jadi kalau kamu sehat dan prima, ya jangan ditunda-tunda vaksinya!
Halaman kedua dari handout adalah persetujuan tindakan medis. Yep, meskipun dibilang aman, “resiko” tetap ada. Setiap tindakan invasif seperti menyuntik memang ada tindakan persetujuan.. bukan cuma persetujuan operasi saja. Karena usiaku sudah 18 tahun ya sudah bisa mengambil keputusan sendiri lah ya, jadi langsung tanda tangan.
Setelah isi handout tadi, aku dan Intan mendaftarkan diri. Karena kami belum pernah berobat di rumah sakit ini, jadi sekalian di data informasi alamat. Kalau sudah pernah berobat ya langsung keluar nomor rekam medisnya. Kemudian kami ke pos berikutnya untuk pencatatan peserta. Kebanyakan orang yang divaksin hari itu untuk vaksin kedua. Kami kemudian disuruh menunggu untuk diukur tekanan darah. Aku sempat khawatir karena saat itu aku sedang menstruasi hari kelima. Apa ada pengaruhnya? Aku nggak tau, haha. Makanya mau dicari tau sekalian bikin postingan ini (halah fir).
Setelah di tensi, aku pindah duduk didepan meja konsultasi dokter. Ditanya lagi stase apa dan apakah tadi malam jaga. Nah ini juga penting ya guys, yang udah tau jadwalnya vaksin besok, ya malamnya jangan begadang dan paginya sarapan. Jangan ngadi-ngadi, karena reaksi imunitas harus dipersiapkan supaya prima dan bisa menerima vaksin dengan baik. Setelah lewat konsul ini, aku diizinkan buat pindah ke posko vaksin.
Gimana Rasanya Divaksin?
Aku dan Intan bergiliran di vaksin. Boleh difoto, supaya bisa dishare ke teman-teman kasih tau kalau sudah divaksin. Saranku ya pake baju yang nyaman dan ga ketat. Lokasi disuntiknya di lengan atas. Kalau aku pake jaket, jadi tinggal buka bagian lengannya. Kalau yang berjilbab mungkin bisa datang dengan baju berkancing dan jilbab yang agak panjang, jadi ya bajunya dilonggarkan. Terserah mau pilih yang mana. Posko di rumah sakit M.Yunus terbuka, jadi yang mau nutup aurat bisa dipertimbangkan kata-kataku tadi. Kalau yang poskonya tertutup ya bisa lebih gampang.
Setelah divaksin, kami diberi botol vaksinnya dan disuruh mencocokkan nomor registrasinya. Kalau sudah, botolnya dibuang. Lalu disuruh tetap tinggal di area tunggu 30 menit untuk pemantauan alergi. Aku habiskan waktu main sudoku. Nggak terasa waktu 30 menit lewat, dan tempat suntikan tadi diperiksa. Tidak kemerahan, tidak panas, tidak ada reaksi alergi. Aku disuruh pulang setelah dikasih kertas semacam surat begitu tentang informasi vaksin selanjutnya 2 minggu lagi. Aku juga diberi tahu kalau ada reaksi alergi atau gejala-gejala COVID-19, disuruh memberitahu nomor contact person yang tertera di kertas dan datang langsung ke IGD.
Sehari Setelah Vaksin..
Vaksin Sinovac melalui penelitian x punya efek samping xxxx. Kemarin ada temanku yang bilang kalau dia merasa agak meriang, tapi tanpa obat penurun panas hilang. Aku sendiri setelah divaksin tetap aktivitas biasa dan nggak ada terasa gejala apa-apa. Cuma ya pas ketemu kasur langsung lelap tidur, sampai lupa kalau ada jadwal webinar malamnya, hiks.
Oh iya, kan aku tadi bilang aku masih harus boster vaksin hepatitis B. Nah pas liat kalender ternyata jadwalnya tanggal 15 Februari. Nah boster vaksin COVID-19 kan 2 minggu kemudian alias tanggal 17 Februari, jadi aku konsultasikan ke dokter kliniknya. Katanya diundur jadi tanggal 17 Maret, alias 1 bulan setelah vaksin COVID-19. Okelah, jadi mungkin teman-teman yang punya jadwal vaksin lainnya supaya konsultasi ke dokter masing-masing. Daripada kenapa-napa, karena setahuku penelitian tentang reaksi antar vaksin belum ada (ya populasinya kan jarang yang butuh di vaksin ini itu. Aku vaksin hepatitis B juga karena memang tenaga kesehatan direkomendasikan untuk divaksin hepatitis B, karena punya risiko tertular yang lebih tinggi).
Cara Daftar Vaksin COVID-19
Langsung aja ke website pedulilindungi.id dan klik registrasi disini. Cuma diminta nomor HP dan NIK doang. Nomor hapenya nanti di konfirmasi lewat kode OTP. Simple banget kan. Jangan sampai ketinggalan ya, ntar nyesel~
Sampai jumpa di postingan berikutnya setelah vaksin kedua (supaya lengkap ceritanya!)
Posting Komentar